Rabu, 11 Agustus 2010

PENYAKIT HODGKIN


I. Konsep Medis
A. Defenisi
·        Penyakit Hodgkin atau limpoma Hodgkin ialah limpoma maligna yang khas ditandai oleh adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang sel radang pleomorf.
·        Penyakit  hodgkin adalah penyakit keganasan tanpa diketahui penyebabnya yang berasal dari sistim limfatika dan terutama melibatkan nodus limfe. (Brunner and Suddarth, 2001).
·        Penyakit hodgkin adalah gangguan malignan pada kelenjar-kelenjar limfe (Mary Baradero, dkk, 2008, 94).
·        Penyakit hodgkin adalah kanker jaringan limfoid, biasanya kelenjar limfe dan limpa. (Elizabeth). Corwin, 2000, 135).
·        Penyakit hodgkin adalah keganasan sistem limforetikular dan jaringan pendukungnya yang sering menyerang kelenjar getah bening dan disertai gambaran histopatologi yang khas. (Balai Penerbit FKUI, 2001, 622).







 









B. Etiologi
·        Perubahan genetik
·        Disregulasi gen-gen faktor pertumbuhan
·        Virus dan efek imunologis
(Balai Penerbit FKUI, 2001, 623)
·        Adanya sel Reed-Sternberg, menyebabkan ada 4 macam perubahan patologis yang terdapat pada penyakit hodgkin yaitu :
              1.  Limfosit banyak atau sangat menonjol
              2.  Adanya sklerosis nodular
              3.  Mixed cellularity
              4.  Berkurangnya limfosit
·        Gejala sistematis yang dikaitkan dengan penyakit hodgkin adalah :
              1.  Kelelahan dan rasa lemah
              2.  Anoreksia
              3.  Demam yang tidak diketahui hasilnya
              4.  Keringat yang banyak waktu malam
              5.  Pruritas diseluruh tubuh
              (Mary Baradero, dkk, 2008, 95).
C. Patofisiologi
Susunan histopatologik penyakit Hodgkin bersifat khas, dimana sel ganas (sel R-S) merupakan minoritas, latar belakang sekelilingnya adalah sel-sel inflamasi yang bersifat nonneoplastik. Sel ganas dari penyakit terdiri dari :
a.     Sel Reed Sternburg = sel R-S merupakan sel yang besar, berinti banyak dan polipoid. Jika khas menunjukkan dua buah inti dan menyerupai mata burung hantu (owl eye). Hanya sel R-S yang patognomonik untuk diagnostik penyakit Hodgkin.
b.     Sel Hodgkin = H-cell merupakan sel pre Reed Sternberg.
c.      Lacunar cell = sel lakuna dijumpai pada limfoma Hodgkin tipe nodular sclerosis.
d.     Varian L & H = the L & H variant.
e.     Varian pleomorf.

Secara pathologi, penyakit ini dikarakterisasikan oleh kehadiran sel Reed-Sternberg dalam Kelenjar getah bening yang secara khusus membuat dan menyimpan sel darah putih untuk memerangi infeksi. Terdapat 2 jenis lymphocytes: B lymphocytes (sel B) dan T lymphocytes (atau sel T). Sebagian besar kasus penyakit Hodgkin mulai dalam B lymphocytes.

Karena jaringan getah bening dapat ditemukan di banyak bagian tubuh, maka penyakit Hodgkin dapat ditemukan hampir di mana saja dalam tubuh. Paling sering dimulai dari kelenjar getah bening di bagian atas tubuh (dada, leher, atau di bawah lengan). Hal ini akan menyebabkan penyakit Kelenjar getah bening membengkak dan nyeri tekan pada struktur terdekat, namun kelenjar getah bening juga dapat membengkak karena berbagai alasan lain, seperti ketika tubuh memerangi infeksi. Sel kanker di dalam tubuh penderita penyakit Hodgkin sangat unik. Sel kanker tersebut adalah sel Reed-Sternberg. Sel tersebut adalah abnormal jenis B lymphocyte yang jauh lebih besar dari ukuran lymphocytes pada umumnya.

Penyakit hodgkin biasanya berawal dari pembesaran nodus limfe tanpa nyeri, pada salah satu sisi leher yang menjadi sangat besar. Setiap nodus teraba kenyal dan tidak nyeri. Nodus limfe medias tinal dan retroperineal kadang membesar menyebabkan gejala penekanan berat :
·        Tekanan terhadap trakhea mengakibatkan sulit bernafas
·        Penekanan terhadap esophagus menyebabkan sulit menelan
·        Penekanan pada saraf menyebabkan paralisis faringeal dan neuralgia brakhial, lumbal atau sakral.
·        Penekanan pada kandung empedu menyebabkan ikterik obstruktif.
Akhirnya limfa menjadi teraba dan hati membesar. Pada beberapa pasien, nodus pertama yang membesar adalah yang berada diketiak atau selangkangan.
(Brunner and Suddarth, 2001, 957).

Klasifikasi Histopatologi
Pada umumnya, dipakai klasifikasi Rye, yang membagi penyakit Hodgkin menjadi 4 golongan, yaitu :
1.     Tipe Lymphocyte Predominance
Limpoma Hodgkin tipe ini merupakan 5% dari penyakit Hodgkin. Pada tipe ini limposit kecil merupakan sel latar belakang yang dominan, hanya sedikit sel R-S yang dijumpai. Dapat bersifat nodular atau difus.
2.     Tipe Mixed Cellularity
Tipe ini merupakan 30% dari penyakit Hodgkin. Jumlah sel R-S mulai bnayk dijumpai, dalam jumlah seimabng dengan limfosit.
3.     Tipe Lymphocyte Depleted
Tipe ini lymphocyte depleted merupakan kurang dari 5% dari limpoma Hodgkin, tetapi merupakan tipe yang paling agresif. Sebagian besar terdiri atas sel R-S sedangkan limposit jarang dijumpai. Dibagi menjadi subtipe retikuler dengan sel R-S dominan dan sedikit limfosit, dan subtipe fibrosis difus dimana kelenjar getah bening diganti oleh jaringan ikat yang tidak teratur, dijumpai sedikit limposit, dan sel R-S juga kadang-kadang sedikit jumlahnya.
4.     Tipe Nodular Sclerosis
Tipe ini merupakan tipe yang paling sering dijumpai, yaitu 40-69% dari seluruh penyakit Hodgkin, ditandai oleh fibrosis dan sklerosis yang luas, dimana suatu jaringan ikat mulai dari kapsul kelenjar kemudian masuk ke dalam,mengelilingi kumpulan sel abnormal,dijumpai sel lakuna dan sel R-S. Dilihat dariperbandingan limfosit dan sel R-S makadibagimenjadi 3 subtipe : lymphocyte predominant, mixed cellularity, dan lymphoctedepleted. Sel eosinofil banyak dijumpai.

Selain klasifikasi menurur Rye, terdapat juga klasifikasi Histologik Penyakit Hodgkin menurut REAL / WHO, yaitu:
1.     Lymphocyte Predominant / nodular + diffuse areas
Sel Reed Sternberg tidak dijumpai, terdapat sel limposit B polimorfik abnormal (limposit dan hisiositik)
2.     Nodular Sclerosis (NSHL)
Pita kolagen masuk darikapsula mengelilingi noduljaringan abnormal. Sel lakunar yang khas sering dijumpai. Infiltrat seluler mungkin bersifat lymphocyte predominant, mixed cellularityatau lymphocyte-depleted, eosinofilia sering dijumpai.
3.     Mixed Cellularity (MCHL)
Terdapat banyak sel RS,jumlah sel limposit moderat (LDHL).
4.     Lymphocyte Depleted
Polanya dapat berupa pola retikuler dengan sel RS dominant dengan sedikit limfosit atau pola fibrotik difus dimana kelenjar getah bening diganti oleh jaringan ikat dengan sedikit limfosit. Sel RS mungkin juga sedikit pada tipe ini.
5.     Lymphocyte Rich (LRCHL)
Sel RS sedikit, banyak dijumpai limfosit kecil dengan sedikit eosinofil dan sel plasma, dapat berpola difus atau noduler.
D. Test Diagnostik
·        Perlu dilakukan pengkajian untuk mengidentifikasi setiap lesi tumor di dalam dan di luar sistem limfatik dan keterlibatan keseluruhan tumor.
·        Uji laboratorium meliputi hitung darah lengkap, hitung trombosit, laju endap darah, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal.
·        Biopsi sumsum tulang dan scan hati dan limfa dilakukan untuk menentukan apakah organ tersebut terlibat.
·        Rontgen dada dan scan tulang pelvis vertebra dan tulang panjang. Dilakukan  untuk mengidentifikasi keterlibatannya.
          (Brunner and Suddarth, 2001, 958).



 










E. Manifestasi Klinis
Penyakit Hodgkin dapat dijumpai pada semua umur,tetapi insiden umur bersifat bimodal dengan puncakpada umur 20-30 tahun dan umur di atas 50 tahun. Gejala klinik yang dijumpai adalah :
1.     Gejala utama berupapembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri,asimetrik,padat kenyal seperti karet. Urutan kelenjar yang terkena : leher (60%-70%),aksila (10-15%),inguinal (6-12%),mediastinal (6-11%),hilus paru,kelenjar paraaorta dan retroperitoneal.
2.     Splenomegali dijumpai pada 35-50% kasus, tetapi jarang masif. Hepatomegali lebih jarang dijumpai.
3.     Mediastinum terkena pada 6-11% kasus,lebih sering pada tipe noduler sklerosis dan wanita muda. Dapat disertai efusi pleura dan sindrom vena cava superior.
4.     Kadang-kadang lesimuncul pada jaringan ekstranodal secara primer, yaitu pada kulit, paru, otak dan sumsum tulang belakang.
5.     Gejala konstitusional terdiri atas:
·        Simptom B: demam,penurunan BB > 10% dan keringat malam.
·        Demam tipe Pel-Ebstein (bersifat kontinu atau siklik): khas tapi jarang dijumpai.
·        Pruritus dijumpai pada 25% kasus
·        Rasa nyeri setelah minumalkohol.
F.  Komplikasi
·        Sebagian kasus berkembang menjadi leukemia mieloblastik akut.
(Elizabeth J. Corwin, 2000, 132).
G. Klasifikasi Stadium Klinis
     Menurut Ann Arbor, klasifikasi stadium klinis
     Penyakit Hodgkin :
·                    Stadium 1   ®      Mengenai 1 kelenjar limfe di tempat (I) atau 1 organ ekstralimfatik (TE)
·                    Stadium 2   ®      Mengenai 2 atau lebih dari 2 nodus limfe pada sisi yang sama dari diafragma (II) atau 1 orang ekstralimfatik (II E).
·                    Stadium 3   ®      Mengenai nodus limfe pada kedua sisi diafragma (III) dan mengenai limpa (III S) dan organ ekstralimfatik.
·                    Stadium 4   ®      Menyebar kesatu atau lebih dari 1 orang ekstralimfatik atau jaringan-jaringan.
(Mary Baradero, 2008, 95).

Prosedur Penentuan Derajat Penyakit
Pada setiap penderita limpoma Hodgkin harus dilakukanprosedur penentuan erajat penyakit,yaitu :
1.     Evaluasi awal, terdiri atas :
·        Anamnesis dan pemeriksaan fisik
·        Labolatorium : darah rutin, faal hati, faal ginjal, dan fosfatase alkali
·        Aspirasi / biopsi sumsum tulang, idealnya pada beberapa tempat.
2.     Evaluasi toraks, terdiri atas :
·        Foto toraks PA & lateral
·        Tomografi paru atau CT Scan toraks
3.     Evaluasi abdomen, terdiri atas :
·        Bipedal lymphangiography
·        CT Scan abdomen
·        Staging laparatomi (Untuk stage I,IIA & B, serta IIIA)














 










H.   Terapi / Penatalaksanaan Medik
Terapi untukpenyakit Hodgkin terdiri atas terapi spesifik dan terapi suportif. Modalitas terapi spesifik untuk penyakit Hodgkin terdiri atas :
1.     Radio Terapi
Radioterapi merupakan modalitas terapi utama untuk penyakit Hodgkin yang terlokalisasi (derajat I dan derajat II). Dapat juga diberikan untuk penyakit derajat III dan IV, tetapi dikombinasikan dengan kemoterapi jadi bersifat terapi ajuvan. Dosis radiasi adalah 4000-5000 rad. Radioterapi diberikan dengan tknik penyinaran extended field (mantle field untuklesi di atas diafragma atau inverted Y untuk di bawah diafragma) atau TNI (total nodular irradiation)untuk lesi di atas dan di bawah diafragma.
2.     Kemoterapi
Kemoterapi kombinasi merupakan pilihan utamuntuk penyakit derajat III dan IV, atau derajat I dan II dengan bulky disease.
a.     Kombinasi kemoterapi yang paling umum dipakai. Regimen MOPP yang terdiri dari:
·        Mustargen (nitrogen mustard): 6 mg/m2, i.v. hari 1 s/d 8
·        Oncovin (Vincristine) : 1,4 mg/m2, i.v. hari 1 s/d 8
·        Procarbazine : 100mg/m2,oral hari 1 s/d 14
·        Prednison : 60-80 mg/m2/hari,oralhari 1 s/d 5
Siklus diulang setiap 4 minggu.
b.     Regimen ABVD, yang terdiri dari :
·        Doxorubicin (Adriamycin) 25 mg/m2,IV hari 1 dan 15
·        Bleomycine 10 mg/m2, IV hari 1 dan 15
·        Vinblastine 6 mg/m2, IV hari 1 dan 15
·        Dacarbazine (DTIC) 275 mg/m2, IV hari 1 dan 15
c.      Kombinasi regimen MOPP dan ABVD (siklus berganti-ganti antara MOPP dan ABVD)
d.     Regimen hybrid MOPP/ABV
Regimen ABVD merupakan regimen yang paling sering digunakan saat ini. Regimen MOPP banyak ditinggalkan karena efek samping jangka panjangnya yang kurang baik, yaitu therapy related malignancies.
3.     Kombinasi Radioterapi dan Kemoterapi
Terapi kombinasi terdiri dari kombinasi radioterapi sebelum atau sesudah kemoterapi. Diberikan untuk penyakit derajat III atau IV, dan pada penyakit yang tergolong bulky disease, penyakit dengan simptom B yang mencolok atau penyakit yang kambuh setelah pemberian radioterapi.

   
Gambar : Pasien yang tengah menjalani kemoterapi beserta obat-obat yang dipergunakan dalam kemoterapi.

Strategi Pengobatan
1.     Penyakit Hodgkin derajat I dan IIA : obat pilihan ialah radioterapi
2.     Derajat IIB, terdiri atas :
·        Sebagian besar dengan radioterapi
·        Kemoterapi dianjurkan untuk berikut :
                                                       I.      Penyakit Hodkin derajat IIB dengan simptom B lengkap
                                                     II.      IIB dengan resiko tinggi (bulky disease dan tipe lymphocyte depleted atau mixed cellularity.
3.     Untuk penyakit Hodgkin derajat IIB dengan massa mediastinal besar (bulky mediastinal disease = diameter >10cm) diberikan terapi kombinasi (radioterapi dan kemoterapi)
4.     Untuk penyakit Hodgkin derajat IIIA, yaitu :
·        IIIA1 (lesi pada abdomen atas) ; diberikan radioterapi (TNI)
·        IIIA2 (lesi abdomen bawah) : kemoterapi atau terapi kombinasi.
5.     Untuk derajat IIIB dan IV
Kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi merupakan obat pilihan.















 II.      Konsep Keperawatan
A.    Pengkajian

Aktivitas / Istirahat
Gejala :
    • Kelelehan, kelemahan, atau malaise umum.
    • Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi latihan.
    • Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda :
·        Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan.

Sirkulasi
Gejala :
·        Palpitasi, angina / nyeri dada.
Tanda :
·        Takikardia, disritmia.
·        Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang).
·        Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu oleh pembesaran nodus limfa (mungkin tanda lanjut).
·        Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.

Integritas Ego
Gejala :
·        Faktor stres, misalnya : sekolah, pekerjaan, keluarga.
·        Takut / ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati.
·        Takut / ansietas sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi dan terapi radiasi)
·        Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja.
·        Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan dengan menjadi orang yang tergantung pada keluarga.
Tanda :
·        Berbagai perilaku, misalnya : marah, menarik diri, pasif.

Eliminasi
Gejala :
·        Perubahan karakteristik urine dan / atau feses.
·        Riwayat obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal)
Tanda :
·        Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali).
·        Nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali)
·        Penurunan haluaran urine, urine gelap / pekat, anuria (obstruksi uretral / gagal ginjal).
·        Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut).

Makanan / Cairan
Gejala :
·        Anoreksia / kehilangan nafsu makan.
·        Disfagia (tekanan pada esofagus)
·        Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dan berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda :
·        Pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau tangan kanan (sekunder terhadap kompresi vena kava superrior oleh pembesaran nodus limfa).
·        Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intra abdominal).

Neurosensori
Gejala :
·        Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus limfe pada brakial, lumbar, dan pleksus sakral.
·        Kelemahan otot, parestesia.
Tanda :
·        Status mental : letargi, menarik diri, kurang minat umum terhadap sekitar.
·        Paraplegia (kompresi batang spinal dari tubuh vertebral, keterlibatan diskus pada kompresi / degenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batang spinal.

Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
·        Nyeri tekan pada nodus lilmfa yang terkena, misalnya : pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral); nyeri tulang umum (keterlibatan tulang limfomatus).
·        Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.
Tanda :
·        Fokus pada diri sendiri: perilaku berhati-hati.

Pernafasan
Gejala :
·        Dispnea pada kerja atau istirahat ; nyeri dada.
Tanda :
·        Dispnea ; takikardia.
·        Batuk kering non produktif.
·        Tanda distres pernafasan, contoh peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman, penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
·        Parau / paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).

Keamanan
Gejala :
·        Riwayat sering / adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler pencetus untuk infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis, atau infeksi bakterial).
·        Riwayat mononukleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien dengan titer tinggi virus Epstein-Barr). Riwayat ulkus / perforasi perdarahan gaster.
·        Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari berakhir sampai beberapa minggu (demam Pel-Ebstein) diikuti oleh periode demam; keringat malam tanpa menggigil.
·        Kemerahan / pruritus umum.
Tanda :
·        Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 380C tanpa gejala infeksi.
·        Nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak / membesar (nodus servikal paling umum terkena, lebih pada sisi kiri dari pada kanan; kemudian nodus aksila dan mediastinal).
·        Nodus dapat terasa kenyal dank eras, diskret dan dapat digerakkan.
·        Pembesaran tonsil.
·        Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo).

Seksualitas
Gejala :
·        Masalah tentang fertilitas / kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi).
·        Penurunan libido.

Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala :
·        Faktor resiko keluarga (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgkin dari pada populasi umu).


  1. Diagnosa
1.     Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial, pembesaran nodus mediastinal dan edema jalan nafas.
2.     Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan tidak ada informasi, kurang respons terhadap informasi
3.     Intoleransi aktivitas yang b/d kelemahan fisik, tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen.
4.     Gangguan rasa nyaman yang b/d pruritis dan keringat banyak waktu malam.

  1. Intervensi
Diagnosa 1
Mandiri
1.     Kaji / awasi frekuensi pernafasan, kedalaman, irama. Perhatikan laporan dispnea dan / atau penggunaan otot Bantu, pernafasan cuping hidung, gangguan pengembangan dada.
Rasional :
Perubahan (seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesoris) dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan / pengaruh pernapasan yang membutuhkan upaya intervensi.

2.     Tempatkan pasien pada posisi nyaman, biasanya dengan kepala tempat tidur tinggi atau duduk tegak ke depan (beban berat pada tangan) kaki digantung.
Rasional :
Memaksimalkan akspansi paru, menurunkan kerja pernapasan, dan menurunkan resiko aspirasi.

3.     Beri posisi dan Bantu ubah posisi secara periodik.
Rasional :
Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan memobilisasikan sekresi.

4.     Anjurkan / Bantu dengan teknik napas dalam dan / atau pernapasan bibir atau pernapasan diafragmatik abdomen bila diindikasikan.
Rasional :
Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil, memberikan pasien beberapa kntrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan ansietas.

5.     Awasi / evaluasi warna kulit, perhatikan pucat, terjadinya sianosis (khususnya pada dasar kulit, daun telinga, dan bibir).
Rasional :
Proliferasi SDP dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah, menimbulkan hipoksemia.

6.     Kaji respons pernapasan terhadap aktivitas. Perhatikan keluhan didpnea / lapar udara, peningkatan kelelahan. Jadwalkan periode istirahat antara aktivitas.
Rasional :
Penurunan oksigenisasi seluler menurunkan toleransi aktivitas. Istirahat menurunkan oksigen dan mencegah kelelahan dan dispnea.

Kolaborasi
1.     Berikan tambahan oksigen.
Rasional :
Memaksimalkan ketersediaan untuk kebutuhan sirkulasi, membantu menurunkan hipoksemia.

2.     Awasi pemeriksaan labolatorium, misalnya GDA, aksimetri.
Rasional :
Mengukur keadekuatan fungsi pernapasan dan keefektifan terapi.

3.     Bantu pengobatan pernafasan / tambahan, misalnya IPPB, spirometri insentif.
Rasional :
Meningkatkan aerasi maksimal pada semua segmen paru mencegah atelektasis.

4.     Berikan analgesic dan tranquilizer sesuai indikasi.
Rasional :
Menurunkan respons fisiologis terhadap nyeri / ansietas, menurunkan kebutuhan oksigen dan membatasi pengaruh terhadap pernapasan.

5.     Bantu intubasi dan ventilasi mekanik.
Rasional :
Dapat diperlukan untuk dukungan fungsi pernapasan sampai edema jalan napas teratasi.

6.     Siapkan untuk terapi radiasi darurat bila diindikasikan.
Rasional :
Pengobatan pilihan untuk sindrom vena kava superior.

Diagnosa 2
Mandiri
1.     Kaji pemahaman pasien / orang terdekat pasien tentang penyakit, alternative pengobatan, dan perawatan.
Rasional :
Memvalidasi tingkat pemahaman saat ini, mengidentifikasi kebutuhan belajar, dan memberikan dasar pengetahuan dimana pasien membuat keputusan berdasarkan informasi.

2.     Tentukan persepsi pasien tentang penyakit yang dialami; tanyakan tentang pengalaman pasien sendiri / sebelumnya atau pengalaman orang lain yang mempunyai penyakit Hodgkin.
Rasional :
Membantu identifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi, dan kesenjangan pengtahuan tentang hodgkin.

3.     Berikan informasi yang jelas dan akurat dalam cara yang nyata tetapi sensitive. Jawab pertanyaan secara khusus, tetapi tidak memaksakan dengan detil-detil yang tidak penting.
Rasional :
Membantu penilaian diagnosa Hodgkin, memberikan informasi yang diperlukan selama waktu menyerapnya. Kecepatan dan metode pemberian informasi perlu diatur sedemikian rupa agar menurunkan ansietas pasien dan meningkatkan kemampuan untuk mengasimilasi informasi.

4.     Berikan pedoman antisipasipada pasien / orang terdekat mengenai protocol pengobatan, lama terapi, hasil yang diharapkan, kemungkinan efek samping. Bersikap jujur dengan pasien.
Rasional :
Pasien mempunyai hak untuk tahu (diinformasikan) dan berpartisipasi dalam pohon keputusan. Informasi akurat dan detil membantu menghilangkan rasa takut dan ansietas.

Diagnosa 3
Mandiri
1.     Identifikasi / dorong teknik penghematan energi, misalnya periode istirahat sebelum dan setelah makan, gunakan cara mandi dengan kursi, duduk sebelum perawatan.
Rasional :
Membantu menurunkan kelelahan dan dispnea dan menyimpan energi untuk regenerasi seluler dan fungsi pernafasan.

2.     Tingkatkan tirah baring dan berikan perawatan sesuai indikasi selama eksaserbasi akut / panjang.
Rasional :
Memburuknya keterlibatan pernafasan / hipoksia dapat mngindikasikan penghentian aktivitas untuk mencegah pengaruh pernapasan lebih serius.

3.     Dorong eksoresi perasaan. Terima kenyataan situasi dan perasaan normal.
Rasional :
Ansietas meningkatkan kebutuhan oksigen dan hipoksemia mempotensialkan distress pernapasan / gejala jantung, yang meningkatkan ansietas.

4.     Berikan lingkungan tenang.
Rasional :
Meningkatkan relaksasi, penyimpanan energi dan menurunkan kebutuhan oksigen.

Diagnosa 4
Mandiri
1.     Awasi suhu. Observasi demam sehubungan dengan takikardia.
Rasional :
Peningkatan suhu tubuh meningkatkan resiko berkeringat malam hari.

2.     Tingkatkan cairan, berikan kompres.
Rasional :
Membantu menurunkan demam, yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan ketidaknyamanan.

3.     Dorong sering mengubah posisi dan bernapas dalam.
Rasional :
Membantu mencari posisi yang nyaman untuk bernapas sehingga suplai oksigen dapat terpenuhi dengan baik.

4.     Rawat pasien dengan lembut. Pertahankan linen kering / tidak kusut.
Rasional :
Mencegah rasa terbakar / ekskoriasi kulit.

Kolaborasi
1.     Berikan obat demam sesuai instruksi dokter.
Rasional :
Membantu mempercepat penurunan suhu tubuh.















Daftar Pustaka
·        Bakta IM.: Hematologi Klinik Ringkas.ECG. Jakarta.2007
·        Supandiman I.: Hematologi Klinik. PT.ALUMNI. Bandung. 1997
·        Hoffbrand A.V.: Hematologi. EGC. Jakarta. 2001
·        http://id.wikipedia.org/wiki/Limfoma_Hodgkin , diakses 5 November 2009
·        Doenges. E, Marilynn. 2000. Rencana Keperawatan. Jakarta.
·        Johan, Intan. Dkk-1983. Patohematologi Jakarta : Medipress Mansjoer, Arif. 1999 Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta Media Aesculapius